Thursday, January 21, 2010

Pada-Mu Tuhan

Sajak Ibrahim Barsilai Jami

Pada-Mu, Tuhan
ku tambatkan segala doa yang berlinang
seraya memohon ampun pada semua seteru
yang memporandakan setiap serpihan hati yang lugu
:tinggalkan puing-puing

Pada-Mu, Tuhan
kureguk nista yang menganga atas juta-juta nasib jelata
yang menyayat di emperan raya, jagat bergulir semerbak rasa
:tinggalkan buih-buih

Pada-Mu, Tuhan
Kutersungkur dalam ranah biru memburai luruh
sekujur tubuh tercampakkan bagai biadab seluruh penjuru
dalam perang, tangis, cacat, dan ketololan yang menggilas rapuh
:tinggalkan keping-keping

Pada-Mu, Tuhan
Kuterjerembab, blingsatan pada sundal dan syahwat
separuh negeri, mengaduh, mengiris
selaksa lara mencengkram pada peti
kami yatim di negeri sendiri
:tinggalkan naluri perih

Pada-Mu, Tuhan
Kupohonkan segala ikhlas dan maaf
pada tuan-tuan kami yang berlagak bersih
menjilat habis uang-uang negeri
:badan kami kurus kering

Sokaraja, 04 September 2008




---------

Ibrahim Barsilai Jami, lahir pada tanggal 14 Mei 1979 di sebuah dusun kecil di pulau Rote-Nusa Tenggara Timur. Aktif menulis sejak usia SMP, menjadi pengisi tetap rubrik mading sekolah. Di bangku SMA pernah mengikuti beberapa lomba cipta dan baca puisi. Juara 2 lomba cipta puisi antar SMA se-propinsi Nusa Tenggara Timur tahun 1998 dalam rangka hari Lingkungan Hidup.
Tahun 2003, menjadi salah satu finalis lomba menulis mahasiswa se-Jawa Barat di Bandung yang di selenggarakan oleh Metro TV dan Harian Media Indonesia. Ketua Senat Mahasiswa (SEMA) Sekolah Tinggi Teologi Diakonos Banyumas periode 2006/2007.
Tahun 2007, menjadi salah satu semifinalis Lomba Cipta Bintang Televisi yang diselenggarakan oleh YAFA ENTERTAINMENT Jakarta kategori Presenter TV. Salah satu Nominator Lomba Cipta Puisi Se-Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Semarang. Puisinya dibukukan dalam Antologi Puisi Bersama "Anak-Anak Peti" tahun 2008. Saat ini bergiat di Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Semarang dan Komunitas Sastra Bunga Pustaka Purwokerto . Karyanya pernah dimuat di beberapa media massa. Saat ini tinggal di Jalan Sidodadi I / 141 Sokaraja Tengah, Kec. Sokaraja, Kabupaten Banyumas-Jawa Tengah.

Garang

Sajak Ibrahim Barsilai Jami

Hentikan segala lesuh yang mengapit jumbai dan untaian citra
para pendakwa
pada meja berlapiskan kain hijau
dan palu-palu diketukkan
pertanda : kiamat!

Kebenaran pada pikirmu
meracuni akal yang galau
lalu kaku kibuli semua seteru yang mengaduh

uh, setiap langkah yang menghadang
lalu diburu sepanjang nafas yang tercabik
pohonkan iba pada dendang tuanku yang garang
menampik semua gemuruh dan ragu pada kebenaran semu

Waktu membatu
mencumbui akal-akal benalu
yang mengakari diri sembari menatap lusuh
separuh tawa yang terkekang karena kepayahan

ini bukan negeri kangguru
ini tanah pusaka

tempat kami mengais sampah

dan harga
dan nyawa
dan doa
dan nama
dan noda
dan tangis
dan sendu
dan parau
dan remuk

Yang terbuang
pada tanah, tempat doa-doa tertambatkan
pada sujud tempat kami mengiris pilu

Kau garang!
Benci kami pada diri
bukan pada naluri
kami mengabdi
dalam girang kau sembulkan garang
kemarangi keikhlasan sejagat duri

Pertiwi, pada segala raga dan rupamu kini.......


Sokaraja, 03 September 2008

Kau Bilang Kemerdekaan

Sajak Ibrahim Barsilai Jami

Kau bilang
Kita sudah merdeka 63 tahun
Tanpa dosa kau hembuskan beludak
pada perut, nyali, dan harga diri
mereka yang memelas sepanjang negeri

Kau bilang ini kemeredekaan, Bung?
Lihat disetiap derap malam
teriakan bising para bocah menghibah-hibah :

“Kirimlah pada kami ulat-ulat sagu, ikan asin, tempe busuk dan roti kadaluwarsa yang hilang seiring malam!”

“Kirimkan pada kami empedu yang kau racuni dalam tawarnya laut yang kau nodai dengan zat kimia!”

“Kirimkan pada kami, sedikit nyali untuk bisa berdemonstrasi, setiap kali kami dibohongi!”

“Kirimkan pada kami kekuatan dan air mata yang hilang dalam kornea-kornea yang lesung karena busung lapar!”

“Kirimkan pada kami, ya penguasa alam!”
seteguk cinta
setetes keabadian 'tuk melipur luka-luka
yang mengiris bagai sembilu setiap kerongkongan yang mandul!”

“Kau bilang ini kemerdekaan, Bung?


Sokaraja, 01 September 2008

Kerinduan

Sajak Ibrahim Barsilai Jami


Bergayut
menuju haluan
Ke sana kita meniti
menjajaki diri
pada penantian

Warna-warni katamorgana
memadu irama
membius luka
segala yang mendera, kejujuran!

Biarkan hari-hari bergirang
membawa segala nada
pada cinta dan rasa
segala nama, kebenaran!

Sebuah kata
pada makna
yang mendakwa sukma
"Kerinduan!"


Purwokerto, 31 Agustus 2008

Sajak Ketika Purnama

Sajak Ibrahim Barsilai Jami

Pada setiap sepimu, terhempaskan riak dan riang sang purnama
Meradang ke ufuk gelora malam yang menawan

Tereja sajak, terpilin rupawan
merambati nalar yang blingsatan
bait-bait sajakmu beradu cemburu
pada cumbu disetiap penjuru
kemari, tataplah sinarmu yang menerawang
meluruhkan kesumat yang membisu lalu tertawan

wahai, akal yang kandas!'
tambahkan pada nyalimu setetes rasa yang terbuang

Lirikmu makin syahdu
Mencumbui para babu yang lugu
Di batas mimpi-mimpi yang dungu

Jangan menunggu!
Wahai, waktu berlalu
memburu masa dan lampau
kita berpacu...

Meniti Hari

(buat: Sahabat di segala waktu)

Sajak Ibrahim Barsilai Jami


Jangan engkau tertegun
dalam perhentian langkahmu
jangan terpana dengan problema
yang telah berlalu.......

Sebab kesempatan
hari-hari
matahari
fajar
dan semangatmu itu
bukankah itu api yang berkobar?
Yang sanggup membakar, menghanguskan
lembaran lama yang usang
kesempatan
akan tetap datang
dan keberhasilan hanya diundur

Suatu waktu
keberuntungan akan menghampirimu
kemenangan akan menggapaimu
saat kau terjerembab
tak bisa lagi berkata-kata
jangan teteskan air mata gundah

Hari ini
kita masih dapat bersua
meniti waktu, cerita, dan mimpi
tentang kisah, wanita dan khayalan cinta
di batas waktu
sampai napasku tersengal
dan nadiku berhenti berdetak
sampai sang pencipta memanggilku

Aku akan kagum
betapa kau gigih berjuang
tegar bagai baja
menangis lalu tertawa
riang
karena kita pasti bisa


Sokaraja, 28 Agustus 2008

Aura Kebenaran

Sajak Ibrahim Barsilai Jami


Mari menari....
Membidik angan
Semua seteru yang memburu kuasa

Ciutkan eksotis
beradu cumbu merinduh ditempuh
sebulir lentera yang redup membias segara

Menarilah, sayang!
Tambatkan lenganmu
bergayut sembari sesumbar
membuyarkan nalar yang liar

Pasrah......
Setelah segala sepi
bergaung sekujur duri
merinding perih

Segala kebenaran
merasuki organ-organ bertepi
selaksa resah bergelimpangan
memudarkan kisah yang kentara
pada kelana setelah kembali ke dalam buana

Sokaraja, 01 september 2008