Oleh Willy Ediyanto**
SETAHUN yang lalu, seorang kawan datang ke tempat kerja dengan membawa sebuah surat kabar. “Koran baru,” katanya.
Borneonews menyentuh hati semua lapisan masyarakat Kotawaringin (Foto: Borneonews/Rahmad Minarto)
Saat itu bulan Januari 2007. Sekilas, tanpa membaca isinya, penulis pun tertarik. Bagaimana tidak tertarik, penulis yang tinggal di Kumai, beberapa hari sebelumnya mencoba berlangganan surat kabar yang terbit sedikit siang, hanya bertahan sepuluh edisi, dan hari itu ada surat kabar yang bisa dibaca lebih pagi dengan tampilan yang menarik. Penulis mencoba mencarinya di stasiun pengisian BBM, karena katanya dipromosikan di tempat umum semacam itu.
Penulis benar-benar tertarik dengan surat kabar ini ketika promosi mulai masuk ke tempat tinggal penulis. Segera pula diputuskan untuk berlangganan dengan meminta agar nomor promosi dikirimkan setiap hari.
Begitulah awalnya perkenalan penulis dengan surat kabar Borneonews. Surat kabar yang membidik pembaca masyarakat Kalimantan ini, kini berusia tepat satu tahun. Waktu yang begitu pendek, akan tetapi Borneonews dapat dikatakan cukup berhasil mendekatkan diri pada pembacanya.
Sejak terbit pertama setahun yang lalu, Borneonews tampil dengan perwajahan yang berbeda dari surat kabar-surat kabar lain yang lebih dulu beredar yang terbit di Kalimantan. Pembaca diberi kenikmatan mencerna isi surat kabar ini karena tidak direpotkan dengan berita-berita yang bersambung ke halaman lain. Hampir semua berita ditampilkan utuh pada setiap halaman.
Dengan kualitas kertas dan cetakan yang baik, tidak mustahil harian ini akan menguasai dunia persuratkabaran di Kalimantan. Penulis yakin, siapa pun yang membaca surat kabar ini akan segera menyukainya.
Setahun mengikuti perkembangan harian ini, pembaca tentu dapat merasakan, bahwa tidak ada yang berubah dari segi penampilan. Bagus untuk sebuah surat kabar lokal bahkan nasional sekali pun. Tampilannya tidak membosankan dan enak dipandang.
Dari segi isi, surat kabar ini juga menampilkan yang berbeda dari surat kabar lokal yang lain. Pembaca masih bisa menikmati adanya halaman yang memberikan pemikiran-pemikiran para ahli yang ada di halaman opini. Penulis-penulis tingkat nasional dapat diikuti pemikirannya di halaman ini, sampai kemudian beberapa hari menjelang tulisan ini dibuat, pembaca yang serius kehilangan halaman ini.
Halaman yang cukup memberikan wawasan pemikiran dan serius ini berganti menjadi halaman hukum dan kriminal. Halaman yang menurut beberapa surat pembaca diinginkan oleh oleh pembaca setia Borneonews. Tentu keragaman tingkat pendidikan pembaca mempengaruhi kebijakan redaksi agar tetap ada di hati pembacanya. Tentu penulis sangat menyayangkannya. Halaman opini yang tidak banyak diminati, yang biasanya dibaca di akhir hari, pada malam hari, sudah tidak ada lagi. Apa bedanya dengan surat kabar lokal yang lain?
Sah-sah saja pembaca setia Borneonews menginginkan yang seperti itu. Redaksi pun sah saja menghilangkan halaman itu. Tapi akibatnya, membaca surat kabar ini menjadi tidak berbeda dengan membaca surat kabar lainnya yang terbit di Kalimantan. Masyarakat pembaca yang tadinya merasa tenang, mulai diresahkan dengan pemberitaan kriminal. Ini memberi kesan daerah ini tidak aman. Apakah dengan perubahan susunan redaksi yang terjadi beberapa waktu yang lalu mengakibatkan perubahan haluan surat kabar ini, atau ada alasan lain. Atau redaksi sengaja mengikuti selera pembaca. Itu pun sah-sah saja.
Sebagai surat kabar yang baru berumur satu tahun, mencari bentuk itu wajar dilakukan. Bagaimanapun sebuah penerbitan surat kabar selalu berdiri pada dua pijakan yang seringkali tidak sejalan. Kebijakan perusahaan yang bermotif ekonomi dan menjadi tulang punggung terbitnya surat kabar tidak bisa diabaikan. Tentu saja peran pembaca sangat menentukan warna-warni isi surat kabar ini. Redaksi sebagai pelaku yang memberi warna pada isinya tidak bisa mengelak dari keinginan pembaca jika tidak ingin ditinggalkan oleh pembacanya.
Kekuatan tampilan dan isi yang dimunculkan sejak pertama kali surat kabar ini terbit, mulai berubah seiring berjalannya waktu. Mencari konten yang menggambarkan budaya pikir pembaca dengan tingkat intelektual yang berbeda tentu saja sulit. Apalagi seperti banyak dikeluhkan oleh pengelola surat kabar di wilayah ini, sulit mencari penulis lokal. Surat kabar yang lebih dahulu terbit di daerah ini pun menganggap penulis lokal sebagai aset yang kuang berharga di samping sedikitnya penulis lokal.
Bidikan kelas pembaca terasa sekali mencakup masyarakat umum dari berbagai kelas sosial yang berbeda. Yang belum terangkum minatnya barangkali pembaca muda terpelajar dan anak-anak. Pembaca muda, yaitu pelajar dan mahasiswa, tidak mendapatkan porsi. Apalagi halaman untuk anak-anak. Seingat penulis pernah ada halaman untuk anak-anak hanya satu kali dalam satu tahun ini. Sedangkan untuk pelajar dan mahasiswa baru sebagas informasi kegiatan dan dunia pendidikan saja.
Ruang sastra yang biasanya menjadi ciri khas sebuah surat kabar, beberapa minggu sebelum tulisan ini dibuat juga menghilang. Pembaca muda yang tergabung dalam Komunitas Kantong Sastra dan Komunitas Awan Senja seperti yang pernah diberitakan di harian ini tentunya menjadi tidak punya rujukan karya sastra yang bagus. Apalagi mencari buku-buku sastra di wilayah ini tergolong sulit.
Dengan hilangnya ruang sastra, menjadikan edisi minggu terasa hambar. Memang mungkin tidak terlalu banyak yang membaca karya sastra, akan tetapi semakin masyarakat tidak diperkenalkan dengan karya sastra tentunya akan menyebabkan pembaca semakin tidak dapat mengenal karya sastra.
Seperti juga di kota-kota besar pada umumnya – mudah-mudahan kota kecil ini segera menjadi kota besar – kehidupan sastra dan budaya lebih banyak didukung oleh ssurat kabar yang terbit di daerah itu. Kelompok-kelompok penulis banyak muncul di kota-kota yang ada penerbitan surat kabarnya. Lembaga pendidikan dasar, menengah, maupun perguruan tinggi jarang yang mampu menghasilkan sastrawan tanpa bantuan surat kabar. Ibaratnya surat kabar adalah batu asah kepenulisan sastra.
Memanglah kalau kita perhatikan juga surat kabar lain yang terbit di sekitar wilayah ini tidak memiliki sastrawan yang mumpuni walaupun sudah didukung oleh surat kabar yang ada. Mungkin juga harus dilakukan kolaborasi dengan pemerintah daerah untuk memfasilitasi taman budaya seperti yang ada di kota-kota lain. Sepengetahuan penulis di daerah ini belum ada taman budaya dengan pengelolaan dan dukungan dana dari pemerintah daerah setempat.
Lomba atau sayembara yang berhubungan dengan sastra pun tidak terdengar gaungnya. Ada tapi tidak menggema, bukannya tidak ada sama sekali. Institusi yang semestinya menangani masalah ini pun tampaknya diam saja. Mungkin umur satu tahun Borneonews ini bisa menggugah semua pihak untuk menghidupkan dunia sastra di wilayah ini.
Perguruan tinggi yang biasanya menjadi gudang penulis muda, tampaknya belum muncul di wilyah ini. Halaman Mimbar yang bisa jadi wadah mencuatkan gagasan yang lebih kompleks daripada surat pembaca, tidak banyak dimanfaatkan.
Indah sekali iklan Media Indonesia (grup Borneonews) yang berbunyi: “Saya menulis, Media Indonesia memuatnya”. Kapan akan ada penyataan berbunyi: “Saya menulis, Borneonews memuatnya”.
Seperti pada beberapa tulisan yang pernah dimuat di harian ini, sekolah jarang sekali menghasilkan penulis karena memang sekolah tidak mendidik penulis. Akan tetapi sekolah bisa memperkenalkan dunia kepenulisan kepada siswanya.
Mengelola sebuah surat kabar memang tidak semudah orang berjualan. Tidak mudah membaca selera pasar dalam dunia persuratkabaran. Apalagi dengan tantangan luasnya wilayah dan sulitnya transportasi. Ini tentu menjadi tantangan yang cukup berat. Akan tetapi, penulis yakin, tantangan itu tidak akan mengendurkan semangat. Apalagi terbitnya surat kabar ini digagas oleh putra daerah yang berhasil bekerja sama dengan pengusaha nasional yang berkecimpung dalam bidang media massa yang mumpuni.
Harapan kita semua, sebagai pembaca setia harian ini, tentunya Borneonews bisa bertahan terus dan semakin maju melalui badai waktu. Borneonews juga akan dapat menjadi inspirasi bagi pembaca setianya.
Selamat ulang tahun.
* Dimuat di Borneonews Edisi Khusus, Kamis, 27 Desember 2007 dengan judul "Berhasil Mendekatkan pada Pembaca"
** Willy Ediyanto, Praktisi pendidikan, tinggal di Kumai, Kotawaringin Barat
Thursday, December 27, 2007
Borneonews: Membidik Minat Masyarakat Kalimantan*
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment