Sajak Nurel Javissyarqi
Kupu-kupu ke puncak biru, bila tengah malam
kerlip mata lampu kunang-kunang betebaran,
jikalau lelah terbang sayap cahayanya padam.
Mata penjajah berkedip pandang
bebuahan bergelantung di pinggir jalan menanjak
menawarkan kemanisan kenang tubuh tiduran
melamun melipat awan lembut menggulung,
di pepucuk pinus sedingin beludru pebukitan.
Barisan bangau merapat berat kesedihan ditinggal musim,
kabut memanggil diajak menuruni lembah ngarai mata air
gemerincing melonjaki batu-batu mengaliri petak sawah,
merasuk ke persendian jiwa tangkai bunga lepas disapu ombak
terhanyut ke laut, berlayar mawar terhempas ke pantai-pantai.
Keringat menguap memanggang cawan di pundak,
tetesan tersuling hasrat membumbung ke awan
diikuti pusaran angin ke pegunungan badai,
menitipkan kabut perawan ke pucuk-pucuk.
Hawa malam mengelus segenap kulit jiwa bergetar
bara percakapan api di relung hitam berulang gelap
di sebelah senyuman terkumpul ragu pada seutas tali,
membenamkan bulan ke dada bintang berdegup meriap
hilangnya bukan kuas bulu kuda, tapi seraut bayang di lukisan.
Wednesday, March 5, 2008
Serawut Bayang di Lukisan
Posted by Kantong Sastra at 5:06 PM
Labels: karya (puisi)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment